Dislipidemia adalah
suatu gangguan metabolisme lipid yang menyababkan peningkatan atau penurunan
kadar lipid dalam darah. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar
kolesterol total, kolesterol LDL, kadar trigliserida, serta penurunan kadar
kolesterol HDL. Peningkatan kadar kolesterol serum atau trigliserida perlu
perhatian karena hubungan dengan predisposisi terjadinya aterosklerosis.
Pengobatan didasarkan pada asumsi bahwa normalisasi nilai lemak serum
mengurangi tingkat aterogensis (Kartini Sukardji, 2002).
Kolesterol terutama
disintesisi di dalam hati adalah hasil metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein. Penyebab utama peningkatan kolesterol dalam darah adalah faktor
keturunan dan asupan lemak tinggi. Asupan lemak total berhubungan dengan
kegemukan, yang merupakan faktor resiko utama untuk terserang aterosklerosis.
Asam lemak tidak jenuh ganda dan asam lemak tidak jenuh tunggal, serat larut
air, karbohidrat komlpeks, dan diet vegetarian mempunyai pengaruh baik terhadap
kadar lipid darah sedangkan asam lemak jenuh, kolesterol, dan kegemukan mempunyai
pengaruh kurang baik terhadap kadar lipid darah yang berkaitan dengan resiko
penyakit jantung koroner (Sunita Almatsier, 2004).
Trigliserida dalam
tubuh berasal dari lemak makanan atau dari hasil perubahan unsur-unsur energi
yang berlebihan dalam tubuh. Trigliserida diangkut oleh Very Low Density
Lipoprotein (VLDL) atau kilomikron dalan jaringan tubuh sebagai sumber
energi atau ke jaringan lemak untuk disimpan. Penyebab utama peningkatan
trigliserida darah adalah faktor genetika, kegemukan, alkhohol, hormon
estrogen, obat-obatan, Diabetes Melitus tidak terkontrol, penyakit ginjal
kronik, penyakit hati, serta asupan karbohidrat sederhana berlebihan (Sunita
Almatsier, 2004). Dislipidemia secara klinis berupa :
a. Hiperkolesterolimia
b. Hipertrigliserida
c. Kombinasi hiperkolesterolimia dan hipertrigliserida
d. Asolated
hipo-high-density lipoproteinema (Widjaja Lukito,
2000).
Tipe Dislipidemia
Secara umum
dislipidemia dapat dibagi menjadi 2 tipe :
a. Dislipidemia primer
·
Common
hypercholesterolimia
·
Familial
hypercholesterolimia
·
Remnant
(type III) hyperlipidemia
·
Familial
combined hyperlipidemia
·
Chylomicronemia
syndroma
b. Dislipidemia sekunder
Dislipidemia
sekunder pada umumnya disebabkan oleh penyakit-penyakit dasar sebagai berikut :
1. Gagal ginjal
2. Sindroma nefrotik
3. Diabetes mellitus
4. Sepsis
5. Hipotiroidisme
6. Sirosis hati
Patofisiologi
Dengan menggunakan
pendekatan nutrisi, dislipidemia terjadi melalui mekanisme:
1) Asupan makanan
Makanan padat energi yang sering dikonsumsi dan erat
kaitannya dengan perubahan gaya hidup antara lain :
·
Daging
berlemak
·
Soft
drinks (khusus yang mengandung gula)
·
Junk
food
·
Mentega/margarin/krim/santan
·
Konsumsi
minyak yang berlebihan
·
Konsumsi
gula yang berlebihan
·
Alkohol
(termasuk alkohol tradisional seperti tuak, dll)
·
Nutrisi
enteral : pemberian formula yang tidak sesuai dengan kapasitas metabolisme
lipid
·
Nutrisi
parenteral : pemberian preparat lipid yang berlebihan (melampaui batas
kemampuan lipid clearance)
Melalui mekanisme
asupan makanan, dislipidemia sering dikaitkan dengan rendahnya serat makanan
(sayur mayur, buah-buahan, dan kacang-kacangan) terutama apabila disertai
dengan konsumsi makanan padat energi.
2) Asupan zat gizi
Asupan jenis-jenis zat gizi dibawah ini dapat menyebabkan
dislipidemia :
·
Asam
lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh trans
·
P/S
ratio < 1
·
Defisiensi
biotin
3) Gangguan komposisi tubuh
·
(Morbid)
obesity
·
Obesitas
central (obdiminal obesity)
·
Prader-Willie
Syndrome
4) Gangguan metabolisme lipid
·
Hiperkilomikronemia
·
Defisiensi
enzim lipoprotein lipase
·
Difisiensi
reseptor LDL
Penatalaksanaan
Asupan tinggi lemak
jenuh, kolesterol, dan kalori memberikan konstribusi utama pada peningkatan
kolesterol plasma. Terapi diet bertujuan untuk menurunkan kelebihan tersebut
dengan mempertahankan serta meningkatkan gizi yang baik. Intervensi diet
sebagai ” Pengobatan diet” dimaksudkan untuk mencapai pola makan yang sehat.
a) Faktor diet yang menurunkan kadar lemak darah adalah :
·
Penurunan
berat badan bila kegemukan.
·
Mengubah
tipe dan jumlah lemak makanan.
·
Menurunkan
asupan karbohidrat kompleks dan menurunkan asupan karbohidrat sederhana.
b) Objektif penatalaksanaan dislipidemia adalah :
·
Menangani
penyakit-penyakit primer yang menyebabkan dislipidemia.
·
Menurunkan
kadar kolesterol darah sampai ke kadar yang diharapkan.
·
Menangani
gangguan metabolik lain yang sering menyertai dislipidemia (syndroma X).
·
Menangani
komplikasi-komplikasi.
c) Anjuran gizi pada dislipidemia:
·
Hindari
makan-makanan yang tinggi lemak seperti : daging kambing, daging babi, jeroan,
otak, sosis, kuing telur, susu kental manis, krim, dan lain sebagainya.
d) Jenis diet, Indikasi pemberian, dan Lama pemberian
Ada dua jenis diet
dislipidemia, yaitu diet dislipidemia tahap I dan tahap II. Diet dislipidemia
tahap I mengandung kolesterol dan lemak jenuh lebih tinggi daripada diet
dislipidemia tahap II. Bagi yang kegemukan, lebih dahulu dilakukan pengkajian
terhadap riwayat berat badan dan sikap yang berhubungan dengan makanan.
Penilaian ini diperlukan untuk menentukan apakah harus dimulai dengan diet
tahap I atau langsung diberikan diet tahap II. Apabila diet pasien ternyata
sudah sesuai dengan diet tahap I, maka dapat langsung diberikan diet tahap II,
bila tidak diet dimulai pada tahap I.
Keberhasilan diet
dinilai dengan mengukur kadar kolesterol darah setelah 4 – 6 minggu dan 3
bulan. Jika tujuan terapi diet tidak tercapai setelah 3 bulan dengan diet tahap
I perlu dinilai penerimaan dan kepatuhan terhadap diet ini. Jika tujuan tidak
tercapai meskipun patuh maka pasien harus pindah ke diet tahap II.
Berikut aspek diet yang perlu diperhatikan dalam
menangani dislipidemia, menurut Konsensus Dislipidemia Indonesia
1. Gizi Seimbang
1. Gizi Seimbang
Diet terapeutik apapun harus memadai dalam
keseimbangan zat-zat gizi/diet seimbang sesuai dengan nilai kecukupan yang
dianjurkan. Pada pelaksanaannya harus terdiri dari bermacam-macam makanan dari
semua kelompok makanan dengan mengacu pada slogan "4 sehat 5
sempurna".
2. Lemak Total
Lemak total pada Diet Tahap I dan Diet Tahap II
sebaiknya < 30% kalori total. Pengurangan lemak total mempermudah
pengurangan lemak jenuh dan mungkin membantu penurunan berat badan pada pasien
dengan obesitas. Asupan lemak total saat ini di Amerika Serikat rata-rata
adalah 36-37% dari seluruh kalori, sedangkan di Indonesia rata-rata hanya 18%
dari seluruh kalori. Pada ekonomi golongan menengah dan atas di Indonesia
asupan lemak kira-kira 35 % dari total kalori. Oleh karena itu, asupan lemak
harus dikurangi sekitar seperlimanya untuk mencapai sasaran tersebut di atas.
Pengurangan asupan lemak total dapat dicapai dengan 2
cara. Cara pertama, karbohidrat kompleks dapat menjadi substitusi isokalori
lemak, khususnya lemak jenuh. Penggantian ini akan membantu penurunan kadar
kol-LDL. Cara yang kedua, lemak yang tinggi asam lemak jenuh dapat dihilangkan
dari diet tanpa penggantian kalori pada perorangan dengan berat badan lebih.
3. Lemak Jenuh
Lemak jenuh terdiri dari 3 asam lemak utama yang
dapat meningkatkan kolesterol, yang mempunyai panjang rantai karbon 12 (asam
laurat), 14 (asam miristat) dan 16 (asam palmitat).
Makanan yang kaya ketiga asam lemak jenuh ini adalah target utama yang harus
dikurangi. Efek dominan lemak jenuh adalah meningkatkan kadar kol-LDL. Untuk
Indonesia, termasuk di antaranya adalah lemak mentega (terdapat pada mentega,
susu, krim, es krim dan keju) dan lemak sapi, babi, kambing dan unggas. Sisanya
adalah dari produk nabati. Hidrogenasi (penambahan atom hidrogen) adalah suatu
proses mengubah minyak nabati menjadi lemak yang lebih padat, mengubah asam
lemak tak jenuh menjadi asam lemak trans. Pasien dengan kadar kolesterol yang
tinggi sebaiknya membatasi asupan makanan yang tinggi asam lemak trans,
misalnya shortening yang dihidrogenasi, beberapa jenis margarin, dan makanan
yang mengandung lemak ini. Namun demikian, margarin lunak atau cair umumnya
mempunyai kandungan asam lemak trans yang lebih rendah dibanding jenis yang
padat, bahkan margarin mempunyai potensi yang lebih rendah untuk
meningkatkan kolesterol dibanding mentega. Margarin lunak masih menjadi pilihan
yang lebih baik untuk olesan dan memasak dibanding mentega. Konsumsi santan
yang kental juga harus dihindari.
4. Lemak Tidak Jenuh Rantai Tunggal
Pada kedua tahap diet terapeutik, lemak tak jenuh
rantai tunggal, terutama asam oleat, dapat mencapai 15% kalori total. Asam
oleat adalah asam lemak utama yang terdapat pada kacang tanah, minyak zaitun,
minyak canofa. Selama bertahun-tahun, asam oleat dianggap netral terhadap
kolesterol total, tidak meningkatkan maupun menurunkan kadar kolesterol. Narnun
demikian bukti terbaru menunjukkan bahwa asam oleat dapat menyebabkan penurunan
kadar kol-LDL hampir sebesar asam linoleat yang tidak jenuh dan berantai ganda
jika salah satunya menggantikan lemak jenuh dalam diet.
5. Lemak Tidak Jenuh Rantai Ganda
Ada dua kelompok utama lemak tak jenuh rantai ganda,
yang biasa disebut asam lemak omega-6 dan omega-3. Asam lemak omega-6 utama
adalah asam linoleat. Substitusi lemak jenuh tinggi dengan makanan kaya asam
linoleat menghasilkan penurunan kadar kol-LDL. Beberapa minyak nabati kaya akan
asam linoleat, misalnya minyak kedelai, minyak jagung, minyak safflower dan
biji bunga matahari. Minyak ini, sebagaimana yang tinggi asam lemak tak jenuh
tunggal, mempunyai densitas kalori yang tinggi sehingga dapat menaikkan asupan
kalori dan menaikkan berat badan. lkan dan kerang adalah sumber utama asam
lemak omega-3. Asam lemak utama pada kelompok ini adalah asam eikosapentaenoat
(EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA). Keduanya mempunyai efek yang kecil
terhadap kadar kol- LDL pada pasien dengan kadar trigliserida
normal. Beberapa data epidemiologis menunjukkan bahwa konsumsi ikan
jenis apa pun, yang mengandung asam lemak omega-3, berhubungan dengan penurunan
resiko PKV ; belum jelas apakah hubungan nyata ini disebabkan oleh lemak ikan
itu sendiri atau faktor lain. Karena mengandung lemak jenuh yang rendah, ikan
baik sebagai sumber protein dalam diet.
6. Kolesterol
Konsumsi kolesterol yang tinggi menyebabkan
hiperkolesterolemia dan aterosklerosis pada sejumlah besar hewan penelitian,
termasuk primata bukan manusia. Meskipun asupan tinggi kolesterol pada manusia
tidak selalu menyebabkan peningkatan secara nyata kadar kolesterol serum
seperti pada kelinci dan beberapa primata, studi epidemiologis menunjukkan
bahwa peningkatan asupan kolesterol meningkatkan rata-rata kadar kolesterol
serum pada suatu populasi. Namun demikian derajat peningkatan bervariasi
dari orang ke orang. Oleh karena itu, diet tinggi kolesterol berperan dalam
kenaikan kadar kol-LDL pada banyak pasien resiko tinggi sehingga meningkatkan
resiko PKV. Studi epidemiologis selanjutnya menunjukkan bahwa peningkatan
asupan kolesterol meningkatkan resiko PKV melebihi efek peningkatan kadar
kolesterol serum. Mekanisme efek yang terakhir ini belum diketahui.
7. Protein
Asupan protein pada Diet Tahap I dan Diet Tahap II
rata-rata adalah 15% dari kalori total. Pada beberapa
hewan penelitian, protein nabati (contohnya protein kedelai) menurunkan
kadar kolesterol dibandingkan dengan protein hewan; efek ini tidak ditemukan
pada manusia dengan jumlah asupan protein yang biasa.
8. Karbohidrat
Karbohidrat sebaiknya merupakan penyumbang >55%
dari jumlah kalori total pada Diet Tahap I dan Diet Tahap II, dan sebaiknya
berupa karbohidrat kompleks.
9. Keseimbangan kalori
Obesitas yang merupakan akibat ketidakseimbangan
asupan kalori tubuh sehari-hari harus dicegah dalam penanganan
dislipidemia. Keseimbangan positif antara asupan kalori dan
penggunaan energi sering rneningkatkan kadar kolesterol pada
fraksi VLDL dan LDL, meningkatkan trigliserida, menurunkan kol-HDL dan
meningkatkan tekanan darah. Penurunan berat badan akan menurunkan kadar
kolesterol total pada banyak orang, menurunkan kol-LDL dan trigliserida, serta
meningkatkan kadar kol-HDL.
10. Serat
Serat makanan adalah polimer karbohidrat yang tak
dapat dicerna. Satu jenis serat dapat larut dalam air; jenis ini menambah massa
feces (tinja) dan membantu menormalkan fungsi kolon.
Serat makanan yang tidak larut misalnya bekatul tidak menurunkan kadar
kolesterol serum, meskipun memberikan manfaat yang lain bagi
kesehatan. Serat yang larut dalam air, misalnya pektin, beberapa jenis gum, dan
psyllium seed husks, mempunyai potensi menurunkan kolesterol. Asupan
serat dalam menu sehari-hari sebaiknya 20-30g/hari untuk orang dewasa.
Rekomendasi ini dibuat terutama untuk mencapai fungsi gastro-intestinal yang
normal dan mungkin memberikan manfaat yang lain bagi kesehatan. Sekitar 25% (6
g) sebaiknya berupa serat yang dapat larut. Bahan makanan yang mengandung
banyak pektin adalah apel, kesemek dll. Perbanyak konsumsi
sayuran dan buah- buahan.
11. Alkohol
Alkohol dapat mempengaruhi metabolisme lipoprotein
melalui beberapa cara. Alkohol dapat meningkatkan konsentrasi trigliserida
serum dan juga meningkatkan kadar kol-HDL. Alkohol tidak mempengaruhi
konsentrasi kol-LDL pada sebagian besar orang. Belum jelas apakah peningkatan
kol-HDL yang diinduksi oleh alkohol mempunyai efek proteksi terhadap PKV.
Karena ketidakjelasan tentang manfaat alkohol terhadap kadar HDL dan karena
efek samping serius yang sudah diketahui, asupan alkohol tidak dapat
direkomendasikan untuk pencegahan PKV.
12. Garam
Tekanan darah berhubungan dengan asupan natrium.
Banyak bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa pembatasan asupan garam dapur
(natrium klorida) akan menurunkan rata-rata tekanan darah dan mengurangi resiko
PKV. Konsumsi garam rata-rata di Amerika Serikat adalah 8-12 g/hari, di
Indonesia diperkirakan 11-15 g/hari meskipun asupannya sangat bervariasi.
Asupan ini jauh lebih besar dibanding kebutuhan natrium bagi
kesehatan, yaitu sebesar 500 mg/hari.
Terapi
a. Terapi Medis
Dengan pemberian obat.
b. Terapi Nutrisi
a) Tujuan Diet
Ø
Menurunkan
berat badan bila kegemukan.
Ø
Mengubah
jenis dan asupan lemak makanan.
Ø
Menurunkan
asupan kolesterol makanan.
Ø
Meningkatkan
asupan karbohidrat kompleks dan menurunkan karbohidrat sederhana.
b) Prinsip Diet : diet dislipidemia dan diet rendah kalori
c) Syarat Diet :
Ø Energi diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien menurut
berat badan dan aktivitas fisiknya.
Ø Lemak cukup 20 – 30% total kebutuhan energi, diutamakan
lemak tak jenuh.
Ø Protein cukup yaitu 10 – 20% dari kebutuhan energi total.
Sumber protein hewani diutamakan ikan yang banyak menggunakan lemak omega
3. Sumber protein nabati lebih
dianjurkan.
Ø Karbohidrat sedang yaitu 50 – 60% dari kebutuhan total.
Ø Serat tinggi, terutama serat larut air yang banyak
terdapat pada apel dan kacang-kacangan.
Ø Vitamin dan mineral cukup.
Ø Bentuk makanan sesuai keadaan pasien
Tidak ada komentar:
Posting Komentar